Tulisan ini dari Koran Tempo, Minggu, 23 Juli 2006
Buku motivator karyawan membuka usaha bikinan lokal membanjiri pasar.
Firkah Fansuri bukan karyawan biasa. Dari pekerja level menengah di sebuah perusahaan jaringan media dengan gaji pas-pasan, ia menjelma menjadi pengusaha usaha kecil menengah beraset semiliar rupiah. Barangkali dia lebih kaya daripada top manager di perusahaan tempat ia bekerja.
Pria--yang menggerakkan rumah makan waralaba, bengkel, galeri furnitur jati buatan Jepara, dan bengkel perabot dapur (kitchen set)--itu tergerak merintis usaha di tengah kebiasaan bergantung pada gaji bulanan karena "ingin mencapai taraf hidup yang selama ini cuma bisa dirasakan pengusaha menengah yang sukses".
Itu termasuk tidak pusing memikirkan cicilan rumah, mobil, kartu kredit, biaya berobat, dan pendidikan anak--sumber keruwetan yang terus melilit orang gajian level menengah serupa dirinya. Pria berusia 37 tahun ini butuh waktu sekitar tiga tahun untuk sampai pada kenyamanan seperti sekarang.
"Saya rajin membaca buku yang mengilhami usaha kecil menengah tanpa perlu berhenti dari pekerjaan," kata ayah tiga anak itu berkisah tentang perkenalannya dengan usaha wiraswasta.
Buku yang termasuk paling "meracuninya" adalah seri usaha orang gajian yang dibikin Safir Senduk. Ada pula buku-buku sederhana lain yang mengilhami orang bermodal kecil. Misalnya, buku-buku karya Safak Muhammad yang melecut orang untuk bangga menjadi pengusaha.
Buku-buku yang membidik para karyawan, orang gajian, buruh berdasi, atau apa pun namanya, untuk tergerak menjadi pengusaha, kini memang tengah menemukan musimnya. Buku semacam ini awalnya meledak ketika serial Rich Dad Poor Dad karya Robert T. Kiyosaki muncul di pasar. Buku ini mengilhami banyak orang untuk bergeser dari paradigma "menerima gaji setiap bulan."
Lalu berhamburanlah buku bikinan lokal yang tidak kalah larisnya. Jika buku Kiyosaki agak sukar menemukan jalan aplikasinya di Indonesia, buku-buku motivasi berdagang versi lokal ini justru sangat kental nuansa kekiniannya, termasuk bagaimana berbisnis dengan modal gaji atau berbisnis dengan modal tabungan bonus dari perusahaan.
Safir Senduk adalah contoh paling berkilau. Hanya dari menulis buku-buku motivasi usaha bagi orang gajian, ia bisa meraup keuntungan tidak kurang dari Rp 150 juta. Itu hanya dari royalti. Belum yang mengucur dari cetak ulang.
Keuntungan terbesar disumbangkan buku Siapa Bilang Jadi Karyawan Nggak Bisa Kaya?, yang terbit pada Desember 2005. Sejak terbit, buku itu sudah terjual 25 ribu eksemplar. Pendiri Biro Perencanaan Keuangan Safir Senduk dan Rekan itu menghitung, jika harga buku plus pajak pertambahan nilai Rp 22.800 dan royalti 10 persen, pada Agustus nanti ia akan menerima uang sekitar Rp 50 juta dari penerbit. Dalam satu tahun ada dua kali pemberian royalti.
Laki-laki 33 tahun itu menuturkan ia telah menulis delapan buku bertema perencanaan keuangan. Buku pertamanya, Mempersiapkan Dana Pendidikan Anak, terbit pada 1999, sedangkan buku terbarunya, Buka Usaha Nggak Kaya? Percuma..!!, terbit bulan lalu.
Selain dampak langsung penjualan buku, pengaruh tidak langsung ia rasakan dari bertambahnya klien yang datang ke kantor. "Permintaan mengisi seminar bertopik pengelolaan keuangan juga bertambah," katanya.
Dalam bukunya itu, Safir membocorkan jenis usaha apa saja yang bisa dilakoni sambil tetap bekerja kantoran, kesulitan dan hambatan, cara menyiasati, dan cara bertahan.
Tidak jauh berbeda dengan Safir, ada pula Safak Muhammad dan Edy Zaques. Safak Muhammad bercerita, buku Cara Mudah Orang Gajian Menjadi Entrepeneur--yang terbit pada September 2005--telah memasuki cetakan keempat dan terjual 12 ribu eksemplar. Sedangkan Edy Zaqeus mengaku, hanya dalam tempo kurang dari dua bulan, buku Orang Gajian Bisa Kaya--yang dirilis dua bulan silam--telah terjual hampir 5.000 kopi. Sebelum itu, ada pula karya Valentino Dinsi, Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian. Buku terbitan Oktober 2004 itu menjadi fenomena dan dibicarakan dalam banyak seminar di Tanah Air.
Apa yang membuat buku-buku itu laris manis? Safak berpendapat, keinginan menjadi kaya sudah menjadi naluri manusia. Terlebih lagi kondisi ekonomi yang buruk membuat kebutuhan hidup naik, sementara gaji tidak bergerak. "Mau tidak mau pendapatan harus meningkat," ujarnya.
Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Jember itu mengatakan, berdasarkan sebuah survei di Amerika Serikat, hanya 10 persen orang kaya yang berlatar belakang pegawai. Selebihnya, 60-70 persen orang kaya berlatar belakang pengusaha.
Memang ada sebagian karyawan yang kaya. Tapi itu butuh waktu lama. Satu-satu cara untuk menjadi kaya dalam waktu singkat, menurut Safak Muhammad, adalah menjadi pengusaha.
Di dalam bukunya itu, Safak memberi kiat membuka usaha bagi karyawan. Tantangan yang dihadapi, kata dia, adalah mengubah mental pekerja agar mau keluar dari zona keamanan seorang pegawai gajian menjadi pengusaha dengan segala risikonya.
Safak membenarkan karya Kiyosaki turut mempengaruhi pemikirannya. Tapi, kata dia, sebagian besar isi bukunya berasal dari pengalaman pribadi. Apalagi, kata dia, teori Kiyosaki tidak seluruhnya dapat diterapkan di Indonesia.
Contohnya adalah ide membeli properti tanpa modal. Caranya, menurut Kiyosaki, menyewakan properti tersebut lalu membayar cicilannya ke bank dari hasil sewa. "Nyatanya bunga bank di Indonesia tinggi sekali." Sedangkan di Amerika Serikat, tempat Kiyosaki tinggal, bunga bank sangat kecil.
Edy senada dengan Safak. Motivasinya menulis buku bertema karyawan terinspirasi oleh buku-buku Kiyosaki. Tapi yang membedakan buku Edy dengan semacamnya adalah jalan menjadi kaya tidak hanya dari bisnis.
Ia percaya orang gajian juga bisa kaya asal mampu mengelola penghasilannya dengan benar. Edy menunjuk contoh orang-orang yang mampu mencapai puncak dalam kariernya pasti akan mendapat penghasilan yang sangat besar.
Di dalam bukunya, Edy memberi formula proporsi pengeluaran yang disebut Formula 1234. Inti formula ini adalah menyisihkan 10 persen penghasilan untuk kegiatan amal, 20 persen untuk hobi, pengembangan diri, dan rekreasi, 30 persen untuk tabungan, dan 40 persen untuk kebutuhan rutin.
Formula itu, ungkap dia, baru langkah pertama. Selanjutnya lulusan terbaik Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada itu memberi jangka waktu 5 tahun bagi karyawan untuk menguji keberhasilan formula tersebut. Selama 5 tahun itu, karyawan juga harus terus mengembangkan diri.
Misalnya dengan mengikuti kursus, seminar, dan pelatihan yang sesuai dengan bidang pekerjaan dan bakatnya. Diharapkan, dalam waktu 5 tahun itu, seorang karyawan meningkatkan potensi dirinya untuk mencapai puncak karier.
Di bagian terakhir bukunya, Edy juga memberi wawasan berinvestasi. Pesannya, kalaupun seorang karyawan ingin berinvestasi, ia harus mengenal seluk-beluk bisnis yang akan digelutinya terlebih dulu. "Jangan terbuai oleh janji-janji penghasilan besar tanpa memperhatikan risikonya," kata dia. EFRI RITONGA | ANGELA
Sumber: http://www.bukubagus.com/page_inspirasi_all.php?id_kom=137
Gadget Text
INFO DAN KONSULTASI HUBUNGI 082139434212
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda. Jangan lupa berkomentar ya......