DROPDOWN MENU

Gadget Text

MAAF, TOKO TUTUP !!!

TERTARIK? SILAHKAN KLIK LINK 1 (STIKER TIMBUL), LINK 2 (PRINT DI VINYL/MIKA) DAN LINK 3 (CETAK KAOS DIGITAL)
INFO DAN KONSULTASI HUBUNGI 082139434212

Jumat, 05 Agustus 2011

Cerpen Remaja

TO SIR WITH LOVE
Oleh : Rizal Rinaldi 
    
Cerpen ini adalah fiksi belaka, terinspirasi oleh lagu yang sangat terkenal di tahun 70an yang  dibawakan dengan sangat merdunya oleh Lulu. Cerpen ini boleh Anda sebarkan secara bebas  untuk tujuan bukan komersial (nonprofit) dengan syarat tidak boleh mengakui sebagai karya tulisnya, atau sebagai haknya, dan tidak mengurangi maupun menambahi isi materinya.





       Dia guru Bahasa Inggris di sekolahku, di salah satu SMA Negeri favorit di Surabaya. Sok galak, sok disiplin, sok berwibawa. Itu gambaran awalku tentang dia. Tapi aku tahu sebetulnya dia baik, humoris dan lembut. Entahlah, hatiku yang berkata begitu. Satu hal yang paling aku suka saat mengikuti pelajarannya, menatapnya ketika pelajaran sedang berlangsung. Ya ampun, sorot mata itu begitu tajam, walau terkadang sedikit nakal, menerobos jauh ke lubuk hati. Si "Perjaka Ting-Ting", begitu kami menyebutnya. Tapi Della, Niken dan Kris punya sebutan lain untuknya: Frigid. “Mau disebut apa lagi. Dia kan cakep, umur udah lebih dari cukup.” Lanjut mereka, “Itu sebabnya, dia dingin sama cewek, padahal usianya sudah 32 tahun (Oh ya, aku sendiri 18 tahun). Uh...… dasar anak-anak doyan betul menyebarkan gosip yang tidak-tidak. Sadis betul !

     Aku bukan murid yang pintar di kelas. Buktinya Matematikaku tak pernah lebih dari 65, Sejarah 70, Ekonomi Akuntansi 65, Bahasa Indonesia 70. Tapi Bahasa Inggris? Minimal 80! Aku suka betul pelajaran ini. Selain karena gurunya yang keren banget, juga karena aku betul-betul berminat dengan pelajaran ini sejak kelas 1 SMP. Tapi sayang banget,…..Pak Dodi, guru Bahasa Inggris sekaligus wali kelasku itu, kelihatannya benci betul padaku. Bayangkan, aku sampai dijulukinya "Setan 3 Sos Dua." Mungkin ini dikarenakan kelakuanku yang sableng banget. Bayangkan, Bu Endah pernah kubikin cengeng di muka kelas. Bu Yanti yang gembrot, pernah kulengketkan roknya dengan permen karet. Pak Agus yang killer pun pernah kugembosi sepeda motornya (Ya Allah, begitu kurang ajarnya aku. Ampuni aku!). Pernah aku ajak teman-teman makan duren di kelas ketika istirahat. Akibatnya kami semua dihukum.

     "Farah, saya muak harus memarahi kamu terus menerus. Kamu tebal muka, ya?" kata Pak Dodi amat Marah. 

     Aku menggeleng dengan nakal. Tentu saja, siapa sih yang mau dibilang tebal muka? Emangnya badak! Pak Dodi makin marah.

     "Kamu kira semua guru di sini itu babu dan kacungmu yang bisa kamu permainkan dan kamu hina sesuka hatimu, hah?”

     Teman-teman lain sih sudah pasang tampang munak, menunduk, pura-pura merasa bersalah. Hanya aku yang terus menatap matanya, dalaaam……….sekali. Indahnya mata itu. Kau pura-pura saja, Pak. Kau pura-pura galak, tapi aku tahu kau ingin ngakak melihat tingkah laku murid-muridmu ini. Kau dulu pernah SMA. Mungkin kau dulu lebih badung daripada kami.

     Suatu hari, tidak seperti biasanya, Pak Dodi menyelipi pelajaran dengan apresiasi puisi, tentu saja puisi sederhana dalam Bahasa Inggris. Aku tak berminat menyimak, sebab aku amat tidak suka puisi. Aku senang menelaah prosa, ataupun Tata Bahasa. Tapi puisi? Aku menganggap seperti pekerjaan sia-sia saja. Pernah aku diajak ayah menonton pertunjukan pembacaan puisi karya Rendra di TIM Jakarta. Mendengar Raja puisi modern itu berkoar-koar di panggung kepalaku pening, dan aku tertidur sampai pertunjukan yang dihadiri ribuan penonton itu selesai. Entah mengapa kok aku gak suka puisi seperti anak-anak lainnya. Karena tidak suka puisi, lalu iseng-iseng kutulis di sobekan kertas ke Maryella, teman sebangkuku.

     "Yella, kamu sahabatku, 'kan? Don't tell anybody, swear ya? Aku betul-betul cintrong ama yang sedang berdiri di depan, tuh. Ssst………..keren sekali dia…………." Maryella senyum-senyum membacanya. Sembunyi-sembunyi ia kembalikan lagi kertas itu setelah dibalas.

     "Huh, sudah kuduga, Non. Soalnya aku sering 'mergoki kamu seperti terkesima melihat dia. Kamu bilang sebel sama dia. Hiii……seneng betul, tuh……..”

      Aku membalasnya lagi

     "He-eh, Yella. Bukan mauku sih sebetulnya mencintai guru sendiri. Dia 32 tahun, 'kan? Wah, beda umurnya 14 tahun. Tapi demi Tuhan aku cinta banget, bukan sekedar naksir lagi. Di rumah, di sekolah, di mobil, di mall, di kafe, di tempat kursus modelling, di lapangan basket, bahkan waktu mau tidur, selalu dia yang membayangiku. Mimpi tentang dia tak terhitung lagi jumlahnya. Kau kan tahu selama ini aku belum pernah jatuh hati sama cowok? Biarpun si Andre atau Hendra ingin jadi pacarku, aku tak pernah mau, 'kan? Ini karena aku memang anggak ada feeling sama mereka. Tapi sama guru yang keren ini...........? Ampun, Yella, ampuuuunn…………"

      Ditambah lagi oleh Maryella

     "Uhui…..! Selamat merindukan rembulan Nona Manis. Kamu tak mungkin kesampaian, sebab apa dia suka dengan si Setan 3 Sos Dua? Tapi, by the way nih dia sih emang keren. Tapi apa sih yang membuat loe bisa tergila-gila?"

      Kujawab :

     "Kepura-puraannya membenciku yang membuatku jadi mabok! Aku tahu dia deg-deg ser deh kalau memandangku (idih, ge-er ya!). Dia nggak berani menatapku lama-lama, salah tingkah! Aku tahu dia sebetulnya lembut dan menyayangi murid-muridnya. Kulit pipinya yang memerah kalau lagi geram, dahinya yang berkerut kalau lagi mikir, bibirnya yang sering digigit-gigit kalau lagi marah semuanya membuatku luruh, Yella. Memang betul apa yang kamu bilang, aku adalah si Punguk yang ingin menggapai bulan. Aku pemimpi. Tak ada cara yang tepat sehingga dia tahu aku sangat menyayanginya? Sebulan lagi UNAS. Setelah lulus, tak kan kujumpai dia selama-lamanya. Oh, so sad………”

     Tiba-tiba Maryella menendang kakiku di kolong meja. Pak Dodi menghampiri kami. "Kalian dari tadi asyik senyum-senyum sambil tukar menukar kertas. Boleh lihat kertas itu? Barangkali sebuah karya puisi yang bagus?" katanya menyindir.

      Aku pucat pasi. Tuhan……Pak Dodi boleh memakiku di depan anak-anak, boleh menghukumku apa saja, tapi jangan dia baca kertas ini. Tapi percuma! Dengan perlahan diambilnya kertas antik itu dari selorokan mejaku. Aku menunduk maluuu…….sekali. Air mataku bergulir ke pipi. Oh, Farah harga dirimu di mana? Semua rahasia gila itu kini di tangannya. Tapi untunglah Pak Dodi tidak bereaksi apa-apa. Setelah kejadian itu, aku mendadak jadi pendiam, bukan Farah yang biang kerok 3 Sos Dua lagi. Pak Dodi pun tidak pernah menyinggung apa-apa. Menatapnya seperti dulu? Tak berani lagi aku. Maluuu………!

     Saat pengumuman ujian tiba! Aku lulus. Ketika aku sedang jingkrak-jingkrak dengan Maryella, Monica, Mirna dan teman-teman lain, Pak Dodi menghampiri kami semua dengan hangat.

     "Farah, Pak Dodi ada perlu sebentar dengan kamu," kata Pak Dodi lembut. Aku mengangguk ragu. Kuikuti Pak Dodi yang berjalan masuk ke suatu ruangan yang sepi.

     "Mari sini Setan nakal, masuklah ke ruangan ini!" katanya lagi. Mendadak jangtungku berdegup kencang, tubuhku tiba-tiba dingin. Aku nervous kayaknya.

     "Kamu mau meneruskan kemana, Far?" tanyanya.
     "Ke UGM, Pak. Sastra Inggris," jawabku bergetar.
     "Aduh Farah, kamu memang berbakat di bidang itu. Mudah-mudahan diterima, ya……. Jangan lupa dengan pelajaran Bahasa Inggris yang Pak Dodi berikan selama ini "
     "Oh tentu saja tidak, Pak. Juga dengan Pak Dodi sendiri. Tidak akan saya lupakan…….," ujarku lancang.

     Aku terkesiap sendiri menyadari keberanianku. Kuremas-remas sapu tanganku kuat-kuat. Tiba-tiba Pak Dodi mengelus pundakku. Ya Tuhan, seperti kena aliran listrik aku tergetar !

     "Farah, I'm gonna miss you so much, Setan 3 Sos Dua! Kamu……kamu amat mempesona. Sejak pertama mengajar di kelasmu, hati ini sudah berbicara inilah gadis yang mampu membuatku terpesona. Dan anehnya kamu tahu itu, bahwa selama ini aku hanya berpura-pura galak kepadamu. Bayangkan Farah, berbulan-bulan aku menahan perasaan ini. Aku tahu aku tak boleh cari perkara. Bayangkan kalau aku tak pandai menahan gejolak hati, lalu kamu jadi pacarku, seluruh sekolah pasti gempar. Guru dan murid punya rumpian seru. Ini yang tidak aku inginkan. Selain itu, kamu anak seorang pengusaha terkenal di kota ini, sedang aku hanya seorang guru kecil. Kita tidak sepadan anak manis. Aku tidak akan tahan berkunjung ke rumah kamu yang besar dan gemerlap itu. Aku memang manusia biasa……rasa minder pasti ada…….. Percuma saja kalau kuturutkan perasaan ingin memilikimu………" ujar Pak Dodi tercekat.

     "Tapi Pak…….saya betul-betul tidak sanggup kalau tidak bertemu lagi dengan Pak Dodi. Saya…….saya amat kehilangan, ……..pasti…….. !" kataku terpatah-patah. Hatiku luar biasa pedih.

     "Farah sayang, simpanlah rasa dukamu itu. Kamu masih muda dan hadapi hidupmu dengan cerah. Tulisanmu di kertas sebulan yang lalu itu amat jujur dan polos sekali. Aku tahu, kamu sebenarnya anak yang baik. Sudahlah sayang……… kita simpan bersama perasaan ini. Kertasmu kusimpan hati-hati sekali di lemari. Amat sangat berharga sekali bagiku. Mana mungkin aku lupa kamu Farah……., seorang murid yang badung, Setan 3 Sos Dua yang cinta Bahasa Inggris, dan cinta gurunya…………"

     Aku memejamkan mata sambil terisak-isak. Oh, beginikah cinta pertamaku? Hatiku benar-benar hancur. Aku menunduk, Pak Dodi mendekatiku. Dengan lembut Pak Dodi menarik tanganku. Ahh…….air sorga menetes di kerongkongan dahaga. Aku memandangnya. Ya, Tuhan………wajahnya amat sangat mempesona, menggetarkan sukmaku. Dan matanya itu, begitu tajam menukik ke dalam relung hatiku. Hatiku bergemuruh. Perlahan-lahan dia semakin mendekat, lalu…….lalu dahiku dikecupnya beberapa detik, dan ohhhh……….dikecupnya juga mataku, pipiku, lalu bibirku dilumatnya, dalaaammmmm……..sekali. Aku merasa seperti kapal Titanic yang tertelan oleh Samudera Atlantik. Seluruh diriku tenggelam. Aku bagai perahu kertas di atas permukaan air. Aku membiarkan diriku hanyut. Dan entah bagaimana, kepalaku rebah ke dadanya. Kurasakan kehangatan, kebahagiaan, dan kedamaian menyelusup jauh ke dalam relung hatiku, biarpun hanya untuk beberapa saat. Aku diam. Pak Dodi memandangku. Tangannya masih menggenggam erat tanganku. Lalu dia mengusap sisa butiran air mata di pipiku dan membelai rambutku

     Untuk beberapa saat kami berpelukan. Ruangan itu sepi. Tak ada lagi siapapun. Samar-samar masih terdengar jerit dan tawa dari murud-murid yang masih bertahan di sekolah, meluapkan kegembiraannya. Perlahan-lahan dengan perasaan sedih dan gembira yang bercampur aduk kutinggalkan Pak Dodi yang menatap kosong kepergianku. Dengan langkah gontai aku menuju ke teman-temanku yang masih setia menungguku. Mereka bersikap biasa saja. Sepertinya mereka memahamiku.

     Dua minggu kemudian, sesaat setelah pesta perpisahan sekolah usai, Pak Dodi memberi isyarat untuk datang kepadanya. Dengan perasaan berdebar aku menghampirinya. "

     "Farah, ini saat terakhir kita bertemu. Tak ada yang bisa aku berikan padamu sebagai kenang-kenangan kecuali surat ini. Bacalah dengan tenang, dan renungkanlah isinya nanti sepulang kamu ke rumah. Itu saja yang ingin aku sampaikan. Selamat berpisah, semoga keberhasilan senantiasa menyertai langkahmu." Aku tercekat, kujabat erat-erat tangan Pak Dodi seakan enggan kulepaskan, lalu kuambil surat berwarna pink dari tangannya. Sesampainya di rumah dengan tak sabar kubaca surat itu.



SURAT SEORANG GURU KEPADA SISWINYA

Farah, ………
akhirnya saat perpisahanpun tiba
Mungkin kita menangis karena akan berpisah
tapi segera diam karena tahu
Cakrawalamu yang baru terbuka
Kau akan melanjutkan studimu ke Jogja atau entah kemana,
dan aku harus tetap di sini…
Kau tidak bisa tinggal,
kecuali kalau kau tak ingin maju
Dan itu tidak mungkin
Kau ingat bukan
cakrawala yang terbuka bukan hanya untuk kaum pria
Engkaupun mesti menjelajah kemungkinan,
mengolah kehidupan
Dan aku ……… akan jadi masa lalumu
sedang engkau adalah masa depan bagiku
Aku dan kau adalah cakrawala bagi masing-masing kita

Farah, ……
Kau tahu perasaanku padamu seperti aku pun tahu perasaanmu
Jadi kita saling mangerti
Biarlah itu tetap menjadi rahasia bagi siapapaun juga
bahwa sekali dalam hidupku
seorang gadis, cantik, cerdas, sering manja
pernah singgah di hatiku
Bahwa sekali dalam hidupmu seorang jejaka, jauh dari sempurna, hidup pas-pasan
pernah mencoba mengetuk hatimu
Kemudian waktu yang tidak mengenal berhenti
tanpa ampun membawamu pergi

Itulah kenyataan yang harus kita hadapi
Maka itulah wajar adanya
Biarlah pedih jika harus pedih
tetapi jangan biarkan semangat dikorbankan
Jika hendak menangis ………
Menangislah sedikit saja

Farah, ……
Papan tulis, kursi-kursi, bangku-bangku, buku-buku di sekolah
menjadi saksi persahabatan kita
Itu sangat berharga bagiku
Tetapi bagimu harus menjadi masa lalu
Kau tidak boleh terikat itu
agar langkahmu ke depan tegas dan tegap
Jika hendak kau kenangkan
kenanglah segala yang baik
yang mungkin berguna bagi masa depanmu
Dan jika tidak ………
kuburkan semua dan jangan gali kembali
Sesungguhnya……
sebagai guru aku siap untuk dilupakan
sebab yang penting……
bagaimana kau mengembangkan ilmu

Tetapi Farah ……
Entahlah ……… air mataku terus saja mengalir
Di sudut ruang itu
Aku tak mampu mengendalikan diriku
Aku mengelus pundakmu
membelai rambutmu
mamelukmu
dan akhirnya ……… mencumbumu
Dan sekarang ………
di kamar aku telentang ………
membayangkan semua itu
bagai sebuah film yang diputar kembali
Apakah artinya semua itu ?
Diluar status guru dan siswi
kita tetaplah lelaki dan wanita
yang dianugerahi rasa saling tertarik akan lawan jenis

Tetapi berbahagialah kita
bahwa kita tetap sadar ………
sadar akan batas norma yang harus bersama kita jaga
agar kita selalu bisa mengatasi naluri
dan tidak hanyut dalam jelaga

Ditengah masalah kehidupan yang luas
nampaklah pengalaman kita
tak lebih dari titik di tengah samudera
Dalam hatiku …………
timbul sesal yang dalam atas semua itu
Bagaimanapun juga aku berdo'a
semoga yang pernah kulakukan padamu
hanyalah sekali itu di dalam hidupku
Agar pengalaman itu menjadi mutiara
Agar engkau tetap istimewa
dalam perjalanan sejarah manusia
yang penuh tawa dan duka

Farah
Mungkinkah kelak kita akan bertemu lagi ?
Dan jika itu terjadi
pastilah saat itu aku yang akan banyak bertanya
sedangkan engkau akan banyak menjelaskan
Dan jika itupun terjadi
wajar pula adanya

Selamat jalan Farah ……
Tak usah engkau minta pamit padaku
Aku takut kau melihat
aku meneteskan air mata perpisahan
Aku takut kau melihat
betapa rapuhnya hatiku
kerdilnya jiwaku
Aku takut kau melihat
kecemasanku menatap hari depan jadi berantakan
karena kau akan pergi jauh dariku

Farewell honey ……
Semoga kebahagiaan
dan keberhasilan senantiasa menyertaimu

Wassalam,
Dodi Setyabudhi


     "Non, sudah sampai !" kata Pak Herman sopirku sambil membuka pintu mobil, membangunkanku dari lamunanku. Ah … Pak Dodi, kau masih seperti yang dulu, tampan dan gagah. Ingin sekali aku memanggilmu di jalan tadi. Tapi entahlah, mulutku kelu. Aku sangat malu. Karena sebetulnya sampai saat ini "you are still the best thing in my life". Ketika memasuki kamar segera kuputar lagu kenangan abadi untuk mengenang Pak Dodi "To Sir With Love”.

Those school girl days
of telling tales and
bitting nails are gone
………………………………

………………………………
If you wanted the moon
I would try to make a start
but I would rather you let me give my heart
to sir with love ........................ 





Rizal Rinaldi,
Surabaya, 5 Mei 2007,
Diedit ulang tanggal 3 April 2008

1 komentar:

  1. Herawati Diah, Subang.30 Agustus 2012 pukul 19.08

    Duh mengharukan banget.............sampe nangis aq membacanya. Bolak-balik aq membacanya, gak pernah bosen, dan setiap kali membaca, tetap bikin aku mewek..... Kisah pribadi, ya Mas........? Pantas banget diangkat ke layar perak ato dibikin sinetron. oya, Mas.... izin copy-paste untuk blogku ya, jangan kuatir gak akan aq bajak, tetap aq akan mencantumkan sumbernya dari blog ini. Trim banyak....

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Jangan lupa berkomentar ya......